Minggu, 08 Desember 2013

Abon Ikan Patin a la Warga Pancoran Mas


UKM Pancoran Mas
Berawal dari program pelatihan usaha di Universitas Indonesia (UI), sejumlah ibu-ibu warga Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, kini memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada di sekitar lingkungan untuk membangun usaha bersama. Kaum ibu ini kini sukses memproduksi abon dari bahan ikan patin. Menariknya, ikan patin yang digunakan juga hasil budidaya warga setempat.Dalam sehari, kami biasa mengolah 10 hingga 15 kilogram ikan patin dan menghasilkan 40 bungkus abon ikan patin,” ujar Sri Wulan, penggagas Abon Ikan Patin kepada depoklik, Senin (11/7) siang kemarin. Ikan patin menjadi pilihan bahan utama, karena protein yang dikandung cukup tinggi dan mudah didapat. “Anak-anak pun suka dengan kelezatan abon ikan ini,” ungkapnya.Semua bagian tubuh ikan patin dapat dimanfaatkan menjadi olahan makanan. Dagingnya dibuat abon, kepalanya dibuat gulai kepala ikan dan kulitnya dijadikan kerupuk. Jadi semuanya bermanfaat, yang terbuang hanya tulangnya saja.
Untuk membuat abon ikan patin diperlukan bahan-bahan khusus agar tidak amis dan gurih, seperti; bawang merah, lengkuas, jahe, kunyit, sereh, daun salam. “Sebelumnya ikan dikukus terlebih dahulu menggunakan daun salam selama beberapa jam. Bumbu-bumbu lainnya dihaluskan dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat khusus sehingga menjadi abon. Biasanya untuk membuat abon menghabiskan waktu hingga seharian,” kata Sri.Kegiatan ini juga bertujuan untuk menambah income para ibu-ibu warga Pancoran Mas. “Alhamdulillah, meski belum mendatangkan omzet besar namun usaha ini cukup menjanjikan,” jelas Sri. Saat ini, Sri dan rekan-rekannya sedang menunggu perijinan sertifikasi halal dari pihak yang bersangkutan. “Memang agak lama waktunya, tapi kami tetap menunggu. Jika sudah mengantongi sertifikasi halal, tak menutup kemungkinan bisa berekspansi lagi,” ungkapnya.

Produk abon ikan patin dengan merk Ibu Ratu (Ikatan Ibu-Ibu RT Satu) tersebut sudah mulai dipasarkan. “Kami sering mengikuti bazaar-bazaar. Abon ini akan bertahan hingga dua bulan, karena kami tak menggunakan pengawet. Kami memasarkannya dengan harga yang bervariasi. Untuk ukuran 50 gram kami tawarkan dengan harga Rp 10 ribu sedangkan untuk ukuran 100 gram kami jual dengan harga Rp 20 ribu,” tandas Sri.Tertarik untuk cicipi abon ikan patin a la ibu-ibu RT Satu? Berkunjung saja ke Jalan Makam Pitara, RT 01, RW 13, No.96, Pancoran Mas, 

Kamis, 05 Desember 2013

Memoles Tong Sampah Supaya Tampil Memikat


Pancoran Mas | Berita UKM

Kota Depok berulangkali gagal meraih Piala Adipura. Padahal, Pemerintah Kota (Pemkot) telah berupaya sekuat tenaga agar Adipura menjadi koleksi lemari wali kota. Namun, piala bergengsi di bidang kebersihan tersubut tak kunjung mampir ke dalam lemari tersebut. Salah satu orang yang berusaha mewujudkan mimpi Kota Depok meraih Adipura adalah Sobirin. Ia berupaya menciptakan tong sampah cantik agar masyarakat tertarik menggunakannya.

Jumat, 08 November 2013

Cagar Alam Depok, Pertama Sejak Era Hindia Belanda: Mengapa Sekarang Disebut 'Taman Hutan Raya"


Cagar Alam (Tahura) Depok di tengah pemukiman padat


Cagar Alam Depok sudah ditetapkan sejak era Hindia Belanda. Kini, cagar alam pertama tersebut sering disebut Taman Hutan Raya (Tahura). Cagar alam/tahura Depok ini berada di Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok (dekat dengan stasiun kereta api Depok Lama). Hutan yang dulu luasnya 30 Ha, kini hanya tersisa seluas 6 Ha. Hutan ini adalah hutan peninggalan di Depok sejak abad-17. Waktu itu, wilayah Depok masih memiliki hutan yang luas, namun lambat laun hutan tersebut beralih menjadi areal pertanian. Khawatir dengan menyusutnya luas hutan, maka hutan yang masih tersisa oleh Nederlands Indische Vereniging Tot Natuur Berscherming (Perhimpunan Perlindungan Hutan Alam Hindia Belanda) bekerja sama dengan kota praja (Gemeente) Depok ditetapkan sebagai cagar alam (natuur reservaat). Konon, penetapan cagar alam ini dilaporkan kepada Prof Porsch di Wina, Austria dan dinyatakan secara resmi sebagai cagar alam pertama di Hindia Belanda. Peruntukkan hutan  cagar alam merupakan hibah dari seorang partikelir bernama Cornelis Castelein seluas 30 ha. Ini berbeda dengan pembangunan Kebun Raya Bogor di Buitenzorg (Bogor) yang dimaksudkan untuk menghutankan kembali dengan mengumpulkan pohon langka (forest). Cagar Alam Depok sendiri justru ditetapkan untuk tetap mempertahankan keasliannya sebagai asli hutan belantara (jungle).

Penetapan hutan ini menjadi cagar alam tidak saja karena semakin menipisnya areal hutan asli di Depok kala itu, tetapi juga karena hutan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta dapat berfungsi sebagai resapan air. Awalnya di hutan ini terdapat berbagai jenis flora dan fauna langka yang perlu dilestarikan. Pepohonan yang rindang dan menjulang tinggi, merupakan habitat yang nyaman bagi berbagai jenis burung. Sementara di dalam semak belukar  menjadi habitat bermacam sarangga, berbagai hewan seperti kijang, harimau Jawa, monyet, kancil, rusa, bangau putih, dan kelinci hutan. Namun semua kekayaan hayati tersebut hanya tinggal kenangan masa lampau. Hingga tahun 2000 di hutan ini masih ditemukan monyet, biawak dan ular. Kini, yang tersisa hanya hewan melata serta sejumlah jenis burung. Keadaannya sudah tak ada bedanya dengan sebuah lahan yang dengan mudah disulap menjadi hutan beton