Jumat, 08 November 2013

Cagar Alam Depok, Pertama Sejak Era Hindia Belanda: Mengapa Sekarang Disebut 'Taman Hutan Raya"


Cagar Alam (Tahura) Depok di tengah pemukiman padat


Cagar Alam Depok sudah ditetapkan sejak era Hindia Belanda. Kini, cagar alam pertama tersebut sering disebut Taman Hutan Raya (Tahura). Cagar alam/tahura Depok ini berada di Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok (dekat dengan stasiun kereta api Depok Lama). Hutan yang dulu luasnya 30 Ha, kini hanya tersisa seluas 6 Ha. Hutan ini adalah hutan peninggalan di Depok sejak abad-17. Waktu itu, wilayah Depok masih memiliki hutan yang luas, namun lambat laun hutan tersebut beralih menjadi areal pertanian. Khawatir dengan menyusutnya luas hutan, maka hutan yang masih tersisa oleh Nederlands Indische Vereniging Tot Natuur Berscherming (Perhimpunan Perlindungan Hutan Alam Hindia Belanda) bekerja sama dengan kota praja (Gemeente) Depok ditetapkan sebagai cagar alam (natuur reservaat). Konon, penetapan cagar alam ini dilaporkan kepada Prof Porsch di Wina, Austria dan dinyatakan secara resmi sebagai cagar alam pertama di Hindia Belanda. Peruntukkan hutan  cagar alam merupakan hibah dari seorang partikelir bernama Cornelis Castelein seluas 30 ha. Ini berbeda dengan pembangunan Kebun Raya Bogor di Buitenzorg (Bogor) yang dimaksudkan untuk menghutankan kembali dengan mengumpulkan pohon langka (forest). Cagar Alam Depok sendiri justru ditetapkan untuk tetap mempertahankan keasliannya sebagai asli hutan belantara (jungle).

Penetapan hutan ini menjadi cagar alam tidak saja karena semakin menipisnya areal hutan asli di Depok kala itu, tetapi juga karena hutan ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta dapat berfungsi sebagai resapan air. Awalnya di hutan ini terdapat berbagai jenis flora dan fauna langka yang perlu dilestarikan. Pepohonan yang rindang dan menjulang tinggi, merupakan habitat yang nyaman bagi berbagai jenis burung. Sementara di dalam semak belukar  menjadi habitat bermacam sarangga, berbagai hewan seperti kijang, harimau Jawa, monyet, kancil, rusa, bangau putih, dan kelinci hutan. Namun semua kekayaan hayati tersebut hanya tinggal kenangan masa lampau. Hingga tahun 2000 di hutan ini masih ditemukan monyet, biawak dan ular. Kini, yang tersisa hanya hewan melata serta sejumlah jenis burung. Keadaannya sudah tak ada bedanya dengan sebuah lahan yang dengan mudah disulap menjadi hutan beton